Hal Yang Benar Berkaitan Dengan Kematian Malaikat Izrail Adalah

Melansir laman resmi Kemenag Jabar, cara malaikat Izrail mencabut nyawa berbeda-beda tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan. Bila orang yang akan meninggal dunia durhaka kepada Allah SWT, maka malaikat Izrail mencabut nyawanya secara kasar. Sebaliknya, bila terhadap orang yang soleh, cara mencabutnya dengan lemah lembut dan dengan hati-hati.

Namun, peristiwa terpisahnya nyawa dengan raga tetap teramat menyakitkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

“Sakitnya sakaratul maut itu, seperti tiga ratus kali sakitnya tusukan pedang”. (HR. Ibnu Abu Dunya).

Cara malaikat Izrail mencabut nyawa bisa kamu kenali dari ceritanya bersama nabi Idris AS. Di dalam kisah Nabi Idris AS, beliau adalah seorang ahli ibadah, kuat mengerjakan shalat sampai puluhan rakaat dalam sehari semalam dan selalu berzikir di dalam kesibukannya sehari-hari. Hal ini menarik perhatian malaikat Izrail, sehingga ia dibolehkan Allah SWT untuk menjelma sebagai seorang lelaki, dan bertamu ke rumah Nabi Idris.

Sampai pada akhirnya Nabi Idris AS penasaran dengan tamunya tersebut dan bertanya tentang siapakah dia. Mengetahui tamunya adalah malaikat Izrail, nabi Idris AS terkejut, hampir tak percaya, seketika tubuhnya bergetar tak berdaya. Kemudian, nabi Idris AS memohon Izrail mencabut nyawanya agar ia makin rajin beribadah kepada Allah SWT. Atas izin Allah SWT, Izrail melakukannya. Kemudian nabi Idris AS dihidupkan kembali oleh Allah SWT.

“Bagaimanakah rasa mati itu, sahabatku?” tanya Malaikat Izrail. “Seribu kali lebih sakit dari binatang hidup dikuliti”, jawab Nabi Idris AS. “Caraku yang lemah lembut itu, baru kulakukan terhadapmu”, kata Malaikat Izrail. Jadi, begitulah kisah sakaratul maut dan cara malaikat Izrail mencabut nyawa makhluk. Imam Ghozali mengutip atsar Al Hasan mengatakan:

“Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejab, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri”.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

1. Bahwa mereka melihat malaikat menjelang kematian

Ibnu Katsir mengatakan, ‘Tetapi mereka melihat malaikat, dan tidak ada kabar gembira bagi mereka’ itu tepat ketika kejadian ini dipahami pada waktu menjelang kematian. Pada saat itu malaikat memberi ancaman kepada mereka dengan neraka dan murka Allah. Tetapi berbeda dengan kondisi orang yang mukmin ketika menjelang kematiannya, mereka mendapatkan kabar gembira dengan kebaikan, dan akan mendapatkan kesenangan.

2. Bahwa mereka melihat malaikat pada hari kiamat

Ibnu Katsir mengatakan, menurut ulama lain, bahwa maksud ayat, ‘mereka melihat malaikat’ adalah pada hari kiamat. Ini pendapat Mujahid, ad-Dhahhak, dan yang lainnya.

Kemudian beliau berkomentar, “Dan pendapat kedua ini tidak bertentangan dengan pendapat sebelumnya. Karena para malaikat di dua hari tersebut, hari kematian dan hari kebangkitan, mereka menampakkan diri kepada orang mukmin dan orang kafir. Lalu mereka memberikan kabar gembira berupa rahmat dan ridha bagi kaum mukmin. Dan mereka memberitakan kepada orang kafir dengan kecelakaan dan kerugian. Tidak ada kabar gembira bagi orang yang rajin berbuat dosa ketika itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/101-102)

Penjelasan al-Hafidz Ibnu Katsir mengisyaratkan bahwa menjelang kematian, terkadang manusia melihat malaikat.

Kemudian, disebutkan dalam riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, Sesungguhnya ketika hamba mukmin pada waktu menjelang kematiannya, akan disaksikan malaikat, dan mereka akan memberi salam kepada hamba yang mukmin, dan memberikan kabar gembira dengan surga. (Tafsir at-Thabari, 13/664).

Melde dich an, um fortzufahren.

“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” ( QS.Al-Juma’ah :8)

Oleh: Munawir Kamaluddin

Tulisan ini sengaja al-fakir buat sebagai refleksi terhadap berpulangnya ke Rahmatullah 2 sahabat terbaik yang telah mendermakan seperuh hidupnya untuk memaslahatan umat dan pendidikan ( al-Marhumah A. Mulia Suarda dan al-Marhum HM. Sadiq Sabry) yang telah pergi dan meninggalkan kita semua menuju alam keabadian.

Kematian, merupakan realitas yang tidak dapat dihindari, dan tugas kita sebagai manusia adalah menjalankan peran kekhalifaan dengan sebaik-baiknya dan mengabdi kepada Sang Khaliq secara maksimal dan optimal. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam QS Azzariat:56: وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyat: 56)

Pembahasan tentang persiapan untuk akhirat ini memberikan landasan bahwa kehidupan di dunia ini adalah persiapan untuk kehidupan setelah mati. Hadits Nabi Muhammad SAW juga menguatkan hal ini. Rasulullah bersabda :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi)

Begitu juga dengan wasiat sahabat, Umar bin Khattab RA memberikan contoh yang baik dalam kepemimpinannya. Salah satu wasiatnya yang terkenal adalah tentang keadilan. Beliau bersabda, “Peliharalah hak orang-orang yang lemah agar mereka tidak dicabut oleh orang-orang yang kuat. Ingatlah, bahwa kalian semua akan bertemu dengan Allah dan diampuni dosa-dosa kalian, kecuali dosa-dosa yang melibatkan hak-hak orang lain. Kewajiban menunaikan hak-hak itu akan diputuskan di sana dan orang yang teraniaya akan mendapat haknya.” (Ibn Abi Shaybah)

Wasiat-wasiat ini memberikan sistematisasi pada pemahaman kita tentang persiapan menjelang kematian dan kehidupan akhirat. Memanfaatkan potensi dan keberhasilan dunia ini untuk menciptakan kemaslahatan umat adalah bagian dari tanggung jawab sebagai khalifah. Menjadi muslim yang cerdas berarti berupaya memenuhi tugas ini dan mendekatkan diri pada Allah dengan amal yang bermanfaat bagi sesama serta menghindari dosa dan kejahatan. Ini sejalan dengan prinsip kekhalifaan dan memperkuat jalan menuju kesuksesan di dunia dan akhirat. Karena jika kematian datang dan menghampiri seseorang tidak ada satu manusia pun yang dapat menghindarinya walaupun berlindung dibalik jeruji besi atau dinding yang kokoh sekalipun. Allah SWT menegaskan dalam QS. An-Nisa :78

أَيْنَمَا تَكُونُوا۟ يُدْرِككُّمُ ٱلْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…”

Pada dasarnya kematian adalah takdir seluruh makhluk, manusia ataupun jin, hewan ataupun makhluk-makhluk lain, baik lelaki atau perempuan, tua ataupun muda, baik orang sehat ataupun sakit. Seperti dalam firman Allah Ta’ala QS. Ali Imran : كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدْخِلَ ٱلْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti akan mati meski tanpa sebab, dan siapapun yang dikehendaki tetap hidup pasti akan hidup.Dan sebab apapun yang datang menghampiri tidak akan membahayakan yang bersangkutan sebelum ajalnya tiba karena Allah Ta’ala telah menetapkan dan menakdirkannya hingga batas waktu yang telah ditentukan. Tidak ada satupun umat yang melampaui batas waktu yang telah ditentukan. Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,

“Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati).

Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan taubat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).

Berdasarkan hadits riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, “Mati mendadak suatu kesenangan bagi seorang mukmin dan penyesalan bagi orang durhaka.” Hadist tentang kematian bisa datang kapan saja tanpa diduga ini mengartikan seorang mukmin sudah mempunyai bekal dan persiapan dalam menghadapi maut setiap saat, sedangkan orang durhaka tidak.

Berbekallah dan sungguh sebaik-baik bekal taqwa, semoga kita semua menjadi orang-orang pilihan Allah SWT untuk menginjakan kaki di surga-NYA. Perbaiki diri dan perbanyak amalan-amalan maka kelak kita akan selalu dijalan Allah SWT.

Sebaik-baik bekal untuk perjalanan ke akhirat adalah takwa, yang berarti “menjadikan pelindung antara diri seorang hamba dengan siksaan dan kemurkaan Allah yang dikhawatirkan akan menimpanya, yaitu (dengan) melakukan ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat kepada-Nya.” (Ucapan Imam Ibnu Rajab dalam kitab Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 196)).

Maka balasan akhir yang baik hanyalah Allah peruntukkan bagi orang-orang yang bertakwa dan membekali dirinya dengan ketaatan kepada-Nya, serta menjauhi perbuatan yang menyimpang dari agama-Nya. Balasan akhir yang baik (yaitu Surga) bagi orang-orang yang beriman dan berserah diri.

Selain dari beberapa ayat diatas berikut beberapa informasi penting menurut Hadits atau Sunnah Nabi Muhammad SAW. terkait kematian dan hal yang perlu dipersiapkan dalam menghadapinya :

1. Kematian bisa datang kapan saja

Kematian bisa menghampiri kapan pun dan tidak akan pernah keliru dalam hitungannya. Maka dari itu jauhilah perbuatan dosa dari kesyirikan, bid’ah dan maksiat lainnya. Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,

“Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati),

terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati).

Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan tobat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertobat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.

2. Mengingat kematian dapat melapangkan dada

Dengan mengingat kematian, seseorang akan terus menambah frekuensi ibadahnya kepada Allah SWT. Jika dekat dengan-Nya, Allah SWT akan melapangkan dada orang tersebut.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أكثروا ذكر هاذم اللذات: الموت، فإنه لم يذكره في ضيق من العيش إلا وسعه عليه، ولا ذكره في سعة إلا ضيقها”

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” (HR. Ibnu HIbban.

3. Mengingat kematian menjadikan seseorang mukmin yang cerdas

Selain melapangkan dada, seorang muslim akan dianggap cerdas bila ia mengingat kematian dan menyiapkan bekal untuk di akhirat nanti. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abudullah bin Umar RA

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?

Beliau menjawab: Yang paling baik akhlaknya, orang ini bertanya lagi: Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?, Beliau menjawab: Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal.” (HR. Ibnu Majah).

4. Kematian bagi orang beriman hanyalah istirahat.

Kematian sudah pasti menimpa seluruh makhluk hidup. Maka dari itu, Rasulullah menggambarkan bahwa kematian bukanlah sesuatu yang mengerikan, kecuali bagi mereka yang kafir. Beliau bersabda:

موت الفجأة راحة للمؤمن وأخذة أسف للكافر

Artinya: “Kematian mendadak adalah istirahat bagi mukmin dan penyesalan bagi orang kafir.” (HR. Ahmad.

5. Orang yang sudah meninggal tidak dapat beribadah lagi

Bagi setiap manusia yang telah meninggal, saat itulah kiamat baginya. Artinya, ia tidak bisa lagi untuk beramal mencari pahala dari Allah SWT. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ كَانَ الأَعْرَابُ إِذَا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَأَلُوهُ عَنِ السَّاعَةِ مَتَى السَّاعَةُ فَنَظَرَ إِلَى أَحْدَثِ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ فَقَالَ «إِنْ يَعِشْ هَذَا لَمْ يُدْرِكْهُ الْهَرَمُ قَامَتْ عَلَيْكُمْ سَاعَتُكُمْ

Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Orang-orang kampung Arab jika datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka bertanya tentang hari kiamat, kapan datangnya, lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melihat kepada seorang yang paling muda dari mereka, kemudian beliau bersabda: Jika hidup pemuda ini dan tidak mendapati kematian, mulai saat itulah kiamat kalian datang.” (HR. Muslim).

6. Hanya amal yang akan dibawa saat kematian

Ketika kematian menghampiri seseorang, satu-satunya hal yang dapat dibawa olehnya hanyalah amal ibadahnya. Rasulullah bersabda:

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ تَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ مَا قَدَّمَ وَيَقُوْلُ النَّاسُ مَا خَلَّفَ

Artinya: “Jika ada orang yang meninggal dunia, malaikat berkata apa yang telah lalu (amal), sedangkan manusia membicarakan apa yang ia tinggalkan (warisan).” (HR. Imam Baihaqi).

7. Husnuzan kepada Allah SWT meski sedang sakaratul maut

Setiap muslim pasti ingin meninggal dalam keadaan husnul khotimah. Untuk dapat meraihnya, seorang muslim harus selalu berhusnuzan kepada Allah meski sedang dalam keadaan sakaratul maut. Rasulullah bersabda:

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ

Artinya: “Janganlah seseorang di antara kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah.” (HR. Muslim).

8. Warisan adalah yang dibicarakan ketika seseorang meninggal

Manusia yang masih hidup biasanya akan membicarakan harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ تَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ مَا قَدَّمَ وَيَقُوْلُ النَّاسُ مَا خَلَّفَ

Artinya: “Jika ada orang yang meninggal dunia malaikat berkata apa yang telah lalu (amal), sedangkan manusia membicarakan apa yang ia tinggalkan (warisan).” (HR. Imam Baihaqi)

9. Selalu lakukan amal ibadah sebelum kematian menjemput

Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,

ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ.

Artinya: “Dunia sudah pergi meninggalkan, dan akhirat datang menghampiri, dan setiap dari keduanya ada pengekornya, maka jadilah kalian dari orang-orang yang mendambakan kehidupan akhirat dan jangan kalian menjadi orang-orang yang mendambakan dunia, karena sesungguhnya hari ini (di dunia) yang ada hanya amal perbuatan dan tidak ada hitungan dan besok (di akhirat) yang ada hanya hitungan tidak ada amal.” (HR. Bukhari).

10. Mengingat kematian akan dimuliakan dalam tiga hal

Jika seseorang mengingat kematian dan mempersiapkan bekal untuk dirinya di akhirat, ia akan diberikan tiga hal, yakni tobat, puasa hati, dan semangat ibadah. Ad Daqqaq rahimahullah berkata:

“من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة، ومن نسى الموت عوجل بثلاثة: تسويف التوبة، وترك الرضا بالكفاف، والتكاسل في العبادة” تذكرة القرطبي : ص 9

Artinya: “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal; bersegera tobat, puas hati, dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda tobat, tidak rida dengan keadaan dan malas ibadah.”

11. Harus menghormati semua mayit meski dia orang kafir

Tak hanya yang hidup, mayit orang kafir pun harus tetap harus dihormati umat Islam. Hal ini diterangkan dalam hadis berikut:

“Seorang sahabat bertanya: Ya Rasulullah, jenazah orang kafir berlalu di hadapan kami, apakah kami perlu berdiri? Nabi SAW segera menjawab: Ya, berdirilah. Sesungguhnya kamu berdiri bukanlah untuk menghormati mayitnya, tetapi menghormati yang merenggut nyawa-nyawa.” (HR. Ahmad).

12. Dilarang menginginkan kematian

Meskipun sudah pasti akan mengalami kematian, manusia tetap dilarang untuk mengharapkannya. Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah ada orang yang menginginkan mati karena kesusahan yang dideritanya. Apabila harus melakukannya hendaklah dia cukup berkata: Ya Allah, tetap hidupkan aku selama kehidupan itu baik bagiku dan wafatkanlah aku jika kematian baik untukku.” (HR. Bukhari).

13. Amal orang yang telah meninggal ditampakkan sesuai perbuatannya di dunia

Setiap nyawa yang telah mati akan ditunjukkan segala amal perbuatannya di dunia. Hal itu sebagaimana sebuah hadis yang berbunyi:

فيعرض عليهم أعمالهم ، فإذا رأوا حسنا فرحوا و استبشروا ، و قالوا : هذه نعمتك على عبدك فأتمها ، وإن رأوا سوءا قالوا : اللهم راجع بعبدك ” . أخرجه عبد الله بن المبارك في ” الزهد ”

“Lalu amal mereka diberitahukan (kepada ahli kubur). Jika dilihat amal baik, mereka bahagia dan berkata: Ini adalah nikmat-Mu untuk hamba-Mu, maka sempurnakanlah.. Jika amal buruk mereka berkata: ‘Ya Allah kembalikan hamba-Mu’.” (HR Ibnu al-Mubarak dalam Az-Zuhd).

14. Angan-angan orang orang-orang yang mati syahid.

Keinginan orang-orang yang mati syahid untuk kembali hidup tak ada kaitannya dengan kenikmatan duniawi yang semu. Namun, keinginan tersebut lebih untuk memperbanyak amalan selama hidup.

Sebab, mereka telah mengetahui kemuliaan mati syahid di sisi Allah SWT. Hal itu dijelaskan dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

مَا أَحَدٌ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَلَهُ مَا عَلَى الْأَرْضِ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا الشَّهِيدُ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيُقْتَلَ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنَ الْكَرَامَةِ

“Tak ada seorang pun yang masuk surga kemudian ingin kembali ke dunia kecuali orang yang mati syahid, dan dia tak menginginkan apa pun di dunia kecuali mati syahid. Ia berangan-angan untuk kembali ke dunia kemudian terbunuh sebanyak sepuluh kali, ini disebabkan oleh kemuliaan (keutamaan mati syahid) yang dia saksikan.” (HR. Anas bin Malik).

15. Keinginan orang saleh untuk segera dikuburkan setelah kematiannya

Orang saleh sesaat setelah diambil nyawanya memiliki angan untuk segera dibawa ke peristirahatannya yang terakhir. Hal itu disebutkan dalam sebuah hadis sahih Al-Bukhari yang berbunyi:

إِذَا وُضِعَتْ الْجِنَازَةُ فَاحْتَمَلَهَا الرِّجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَالَتْ قَدِّمُونِي قَدِّمُونِي وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ يَا وَيْلَهَا أَيْنَ يَذْهَبُونَ بِهَا يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الْإِنْسَانَ وَلَوْ سَمِعَهَا الْإِنْسَانُ لَصَعِقَ

“Jika jenazah diletakkan lalu dibawa oleh para laki-laki di atas pundak mereka, jika jenazah tersebut termasuk orang saleh (semasa hidupnya) ia berkata, ‘Bersegeralah kalian (membawa aku)!’ Jika ia bukan orang saleh, ia akan berkata, ‘Celaka, ke mana mereka hendak membawanya?’ Jeritan jenazah itu akan didengar oleh setiap makhluk kecuali manusia. Seandainya manusia bisa mendengarnya, tentu mereka akan pingsan.

Demikianlah sejumlah firman Allah SWT. Dan juga kumpulan hadis tentang kematian yang bisa dijadikan pengingat bagi kita yang masih hidup. Gemerlap dunia hanyalah tipu daya yang dapat menjerumuskan kita sehingga lupa mempersiapkan bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Semoga dengan memahami hadis-hadis di atas ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah SWT semakin bertambah serta menggiring kita untuk senantiasa mempersiapkan diri sejak dini bekal yang akan kita bawa di Yaumil Qiyamah yang akan datang untuk menghadap kepada Allah Rabbul Jalil dengan hati yang selamat .????

SEMOGA BERMANFAAT# al- fakir Munawir Kamaluddin

Sering kita mendengar bahwa nama malaikat maut adalah ‘Izrail, namun nama tersebut tidak tertera di dalam al Qur’an Karim maupun sunnah Nabawiyah yang shahih. Akan tetapi terdapat pada sebuah atsar yang bisa jadi bersumber dari Israiliyat.

Oleh karenanya, tidak selayaknya kita menetapakan nama tersebut atau menafikannya, akan tetapi kita serahkan sepenuhnya kepada Allah, dan kita memberi nama sesuai dengan nama yang Allah –Ta’ala- berikan, yaitu; malaikat maut. Allah berfirman:

( قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ (السجدة /11.

“Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan”. (QS. As Sajdah: 11)

Ibnu Katsir dalam “Al Bidayah wan Nihayah” 1/49 berkata:

“Adapun nama malaikat maut tidak disebutkan secara terang-terangan di dalam al Qur’an, dan juga di dalam hadits Nabawi. Namun penamaan ‘Izrail tertera di dalam beberapa atsar”. Wallahu a’lam.

Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:

( قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ ( السجدة /11.

“Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan”. (QS. As Sajdah: 11)

As Sandy berkata: “Penamaan ‘Izrail itu tidak satupun hadits yang derajatnya ‘marfu’’.

Al Manawi dalam kitabnya ‘Faidul Qadir: 3/32’ berkata setelah menyebutkan bahwa malaikat maut itu lebih dikenal dengan Israil. Beliau berkata: “Saya tidak menemukan nama ‘Izrail’ dalam riwayat”.

Syeikh al Bani ketika mengomentari pendapat at Thahawi berkata:

Imam Thahawi –rahimahullah- berkata: “Kami mengimani adanya malaikat maut yaag ditugaskan untuk mencabut nyawa semesta alam”.

Pendapat saya (al Bani): “Inilah nama yang tertera di dalam al Qur’an, adapun penamaan malaikat maut dengan “’izrail” sebagaimana yang sering dikenal manusia selama ini, tidak ada dasarnya (dalilnya), akan tetapi itu bersumber dari israiliyat”.

Syeikh Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Malaikat maut dikenal dengan nama ‘izrail’, namun hal itu tidak benar; karena itu bersumber dari atsar israiliyat, kita tidak wajib mengimani nama ‘izrail’ tersebut. Jadi, kami menamakan malaikat pencabut nyawa itu adalah ‘malaikat maut’, karena Allah –Ta’la- menamakannya demikian, sebagaimana firman-Nya:

( قل يتوفاكم ملك الموت الذي وكل بكم ثم إلى ربكم ترجعون )

“Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan”. (QS. As Sajdah: 11)

(Fatawa Ibnu Utsaimin: 3/161)